Rabu, 21 Desember 2022

Percayalah, Tak ada yang Lebih hebat dari Membiasakan Diri

Angkringan depan terminal bus Trenggalek masih buka ketika kami datang jam 02.15 dini hari. Penjualnya dua pasangan muda yang saat itu tengah berbaring di pelataran toko yang digelari bekas baliho, yang lelaki tengah terlelap sedangkan yang perempuan menemani lelakinya disampingnya, Ia belum tidur ketika kami datang, langsung kami memesan dua porsi pecel plus telur dadar. 

Saya bersama Wahyu bertolak dari kantor redaksi Kabar Trenggalek untuk mencari makan, dan warung angkringan ini menjadi target pertama rencana kami, bukan tanpa alasan karena kami sudah paham, biasanya warung buka sampai pagi hari. Baru setelah kami makan, ada pembeli lain yang datang, ia memesan kopi kepada penjual lelaki yang sedang tidur. 

"Mas, mas, pesen kopi" Pinta pembeli yang baru datang sambil membangunkan penjual lelaki. 

Saat itu penjual perempuan sedang tidak di tempat, sehabis mencuci gelas dan piring kotor ia pergi dengan mengendarai motor, mungkin buang air kecil atau mengambil sesuatu. Karena dibangunkan pembeli, si lelaki bangun dan langsung membuatkan kopi yang telah dipesan kepadanya. 

Yang menarik dari kisah di atas adalah tentang sebuah kebiasaan. Segala aktivitas manusia yang dilakukan berulang-ulang dapat mempengaruhi orang lain untuk mengingat kebiasaan orang tersebut. Seperti ingatan saya dan Wahyu terkait angkringan depan terminal bus itu, kami meyakini bahwa warung tersebut buka meski kami belum tahu keadaan yang sebenarnya. Keyakinan itu kami dapatkan karena kebiasan. 

Kebiasaan-kebiasan itu memang sangat bagus untuk mempengaruhi orang, tanpa kecuali juga mempengaruhi diri sendiri. Misalnya terkait kebiasaan sepasang penjual angkringan tadi, mereka terbiasa mengenyampingkan waktu tidur yang biasa dilakukan kebanyakan orang. Orang-orang biasanya menggunakan waktu malam untuk tidur, sedangkan mereka memilih untuk menjual makanan. Kebiasaan membuka warung angkringan malam hari membuat mereka betah untuk tidak tidur malam dan selalu siap sedia ketika ada pelanggan datang, meski sedang mencuri waktu untuk tidur saat warung sepi. 

Wahyu sedang memelototi handphone merk xiaomi redmi 10 pro selepas melahap nasi pecel telur dadar. Ia sesekali menghentikan jari-jarinya bekerja, mungkin sedang mengingat-ingat sesuatu. Saya mahfum dengan aktivitasnya tersebut, setiap hari ia terbiasa begitu dan bagi saya terbiasa melihat wahyu seperti itu. Ia adalah editor Kabar Trenggalek yang bertugas membenahi dan menyempurnakan naskah berita yang telah dikirimkan oleh para penulis. Setiap hari ia bisa mengedit 10 artikel. 

Saya pernah memberikan saran kepadanya supaya mencari cara supaya pekerjaannya lebih efisien dan tidak terus-terusan memandang layar berukuran kecil tersebut, namun tampaknya ia tak menghiraukan. 

"Ini hanya soal mindset" Kata dia mempertahankan argumen. 

Apa yang dilakukan wahyu saya anggap sebagai upaya untuk membiasakan diri. Mengedit tulisan dan menambahkan beberapa media lain seperti foto melalui handphone menurut saya adalah pekerjaan berat. Sewaktu menjadi juru posting artikel di nggalek.co dulu, saya selalu mengerjakan memakai laptop. Mengedit artikel melalui handphone bagi saya sulit sedangkan bagi wahyu mudah, itu karena kebiasaan itu tadi, seperti yang telah saya jelaskan di atas. 

Pukul 3.18 WIB, penjual lelaki terlihat sudah pulih dari kantuknya, ia sedang menghisap rokok. Sedangkan penjual perempuan tampak meringkuk di sampingnya, ia terlihat tengah tertidur. Mereka bergantian menjaga angkringan sambil menunggu pembeli datang. Ditambah 1 pembeli, kini ada 3 orang yang membeli dagangannya. 

Saya menulis tulisan ini, wahyu mengedit tulisan, dua pembeli lain sedang menikmati pesanannya sambil menghisap rokok, kami terhasut oleh khayalan masing-masing diiringi lagu "aku lelakimu" Yang dinyayikan Firza Suasana depan terminal malam ini sepi, seperti biasanya.